TANGERANGNEWS.CO.ID | Cirebon, sebuah kota yang kaya sejarah di Jawa Barat, dikenal sebagai pelopor dalam pembuatan terasi, bumbu khas yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kuliner Indonesia. Dilansir dari Carita Purwaka Caruban Nagari, Ki Danusela bersama istrinya, Nyi Arumsari, adalah tokoh pertama yang diketahui membuat terasi pada abad 14-15. Terasi, yang merupakan bumbu dasar dalam banyak masakan, dibuat dari udang kecil yang dikenal sebagai rebon, nasi yang ditumbuk, garam, dan beberapa bahan rahasia lainnya.
Selain terasi, Ki Danusela dan Nyi Arumsari juga menciptakan petis, meningkatkan reputasi Cirebon sebagai penghasil garam unggulan di tanah Sunda kala itu. Kemampuan mereka dalam membuat terasi dan petis kemudian diwariskan kepada generasi berikutnya, termasuk kepada Pangeran Walangsungsang dan Kencana Larang.
Menurut tradisi yang diceritakan, keberadaan terasi tidak hanya penting dalam kuliner tetapi juga memainkan peran dalam dinamika sosial dan politik. Terasi dipercaya berasal dari kata “Asih,” yang artinya disukai oleh raja. Hidangan para bangsawan atau raja dibedakan dengan hidangan rakyat jelata melalui penggunaan terasi, yang harganya sangat mahal dan terbatas pada kalangan atas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Puncak sejarah terasi dan pengaruhnya terhadap kemerdekaan Cirebon ditandai dengan sebuah insiden di mana Cakra Ningrat, raja dari Kerajaan Rajagaluh, merasakan kekurangan dalam makanannya dikarenakan tidak adanya terasi. Kejadian itu mengarah pada penemuan bahwa Cirebon telah menghentikan pengiriman upeti terasi, petis, dan garam sebagai simbol kemerdekaannya dari Rajagaluh pada tahun 1482.
Peristiwa penghentian pengiriman upeti ini tidak hanya menandai awal kemerdekaan Cirebon tetapi juga menegaskan pentingnya terasi dalam warisan budaya dan kuliner Indonesia. Sampai hari ini, terasi tetap menjadi bumbu utama dalam banyak hidangan tradisional, sekaligus mengingatkan kita akan sejarah panjang dan kaya dari tanah Sunda.(wld)