INFOPUBLIK.CO, Jakarta | Ara, seorang guru honorer yang mengajar Bahasa Inggris di Jakarta Barat, menjadi salah satu dari seratusan guru yang dipecat dalam kebijakan ‘cleansing’ yang kontroversial. Ara, yang merupakan pseudonim untuk melindungi identitasnya, mengaku bahwa pemutusan kontraknya dilakukan secara lisan oleh kepala sekolah pada Mei lalu, tanpa dokumen tertulis apa pun.
Kebijakan ini, yang mulai berlaku tanggal 8 Juli 2024, telah memicu kekhawatiran di kalangan guru honorer yang bekerja di berbagai sekolah di DKI Jakarta. Ara, yang kini telah bergabung dengan sekolah lain di Kedoya Utara, menghadapi masalah dengan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) miliknya yang telah dinonaktifkan. Dapodik adalah sistem pendataan skala nasional yang merupakan sumber data utama pendidikan nasional.
Menurut Ara, keputusan untuk menonaktifkan Dapodiknya telah menghambat proses perekrutan di sekolah negeri lain dan menyulitkan transisi ke sekolah swasta. Ia telah berupaya menghubungi operator Dapodik untuk mengaktifkan kembali data tersebut, namun upayanya tidak membuahkan hasil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Plt Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Budi Awaluddin, mengungkapkan bahwa kebijakan ini dilakukan sebagai respons terhadap temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2024, yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam pengangkatan guru honorer. Budi menegaskan bahwa sejak 2017, pengangkatan guru harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas Pendidikan, namun masih banyak kepala sekolah yang mengangkat guru tanpa rekomendasi tersebut.
Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah mulai melakukan penataan tenaga honorer sesuai dengan Permendikbud No 63 Tahun 2022, yang bertujuan untuk mengoptimalkan kualitas pendidikan. Sementara itu, Ara berharap Dinas Pendidikan dapat mengaktifkan kembali Dapodiknya agar ia dapat terus berkontribusi dalam dunia pendidikan, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Kasus seperti yang dialami Ara menunjukkan betapa krusialnya transparansi dan komunikasi yang efektif dalam pengelolaan sumber daya manusia di sektor pendidikan. Hal ini juga menyoroti pentingnya sistem pendukung yang memadai bagi guru honorer yang kontribusinya sering terabaikan dalam diskusi-diskusi kebijakan pendidikan.(wld)