INFOPUBLIK.CO – Fenomena pasangan hidup bersama tanpa ikatan pernikahan resmi, yang populer dengan istilah “kumpul kebo,” terus meningkat di Indonesia. Menurut sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh The Conversation, semakin banyak anak muda di Indonesia yang memilih untuk kohabitasi sebagai alternatif dari pernikahan yang dianggap memiliki aturan yang rumit dan normatif.
Penelitian yang dilakukan oleh Yulinda Nurul Aini dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menunjukkan bahwa di kota Manado, Sulawesi Utara, sekitar 0,6% penduduk memilih untuk hidup bersama tanpa menikah. Dari jumlah tersebut, 24,3% berusia di bawah 30 tahun dengan latar belakang pendidikan SMA atau lebih rendah dan sebagian besar bekerja secara informal.
Yulinda menyatakan bahwa “kumpul kebo” sering dipilih karena alasan ekonomi, prosedur perceraian yang rumit, dan penerimaan sosial yang lebih luas terhadap fenomena ini. Namun, ia juga menyoroti dampak negatif yang signifikan, terutama terhadap perempuan dan anak-anak. “Dalam konteks kohabitasi, tidak ada kerangka hukum yang melindungi hak-hak finansial perempuan dan anak-anak, seperti dalam kasus perceraian,” jelas Yulinda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Konflik dalam hubungan kohabitasi juga tinggi, dengan 69,1% pasangan mengalami konflik verbal dan 0,26% mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu, anak-anak yang lahir dari hubungan semacam ini sering mengalami masalah identitas dan stigma sosial, mempersulit integrasi mereka dalam struktur keluarga dan masyarakat.
Studi ini mengungkapkan bahwa meskipun “kumpul kebo” dapat dilihat sebagai ekspresi cinta yang murni dan bebas dari norma pernikahan tradisional, berbagai konsekuensi sosial dan hukum yang ditimbulkannya menimbulkan perdebatan serius tentang keberlanjutan praktik ini di tengah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan agama.(red)