INFOPUBLIK.CO – Harapan ribuan tenaga honorer di seluruh Indonesia untuk memperoleh kepastian status sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) terus menjadi fokus utama di tahun 2025. Pemerintah, melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN), masih berupaya menuntaskan penyelesaian pengangkatan tenaga honorer melalui seleksi PPPK yang hingga saat ini terbagi dalam dua gelombang.
Seleksi PPPK Tahap II yang semula dijadwalkan selesai pada akhir 2024 kini diperpanjang hingga 15 Januari 2025. Langkah ini diambil untuk memberikan kesempatan kepada tenaga honorer yang tidak lolos pada tahap sebelumnya serta mereka yang belum sempat mendaftar. Proses seleksi ini diharapkan rampung pada Maret atau April 2025.
Namun, di balik optimisme penyelesaian seleksi PPPK, muncul kekhawatiran terkait potensi penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah baru hasil Pilkada Serentak 2024. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, menyuarakan peringatan keras akan potensi praktik nepotisme yang dapat merugikan tenaga honorer yang telah lama berkontribusi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami menekankan bahwa prioritas utama pengangkatan PPPK harus diberikan kepada tenaga honorer yang telah terdaftar dalam database resmi dan memenuhi persyaratan. Jangan sampai kepala daerah baru terpilih menyalahgunakan kewenangannya dengan memasukkan tim sukses mereka sebagai honorer atau PPPK,” tegas Dede dalam pernyataannya, Rabu (8/1).
Politisi Partai Demokrat itu juga meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengambil langkah tegas guna mencegah kepala daerah memanfaatkan kewenangannya untuk kepentingan pribadi. Menurutnya, praktik semacam ini kerap terjadi usai Pilkada, di mana kepala daerah terpilih memprioritaskan orang-orang dekat mereka dibandingkan tenaga honorer yang telah lama mengabdi.
“Kami meminta Kemendagri untuk melarang kepala daerah, baik Bupati, Walikota maupun Gubernur terpilih, mendahulukan orang-orang yang tidak memenuhi syarat atau tidak masuk dalam database resmi tenaga honorer. Ini penting untuk menjaga integritas proses seleksi PPPK,” tambah Dede.
Persoalan nepotisme dalam pengangkatan tenaga honorer juga sempat diungkap oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, dalam Rakornas Trantibunlinmas pada November 2024 lalu. Tito menyebutkan bahwa banyak tenaga honorer bagian administrasi yang direkrut tanpa proses transparan, hanya karena titipan pejabat atau tim sukses kepala daerah. Jumlah tenaga honorer ‘titipan’ ini bahkan mencapai hampir dua juta orang.
“Kalau bagian administrasi, biasanya titipan pejabat atau tim sukses Bupati atau Walikota yang dijadikan tenaga honorer. Jumlahnya makin banyak, hampir dua juta kalau tidak salah,” ungkap Tito.
Dengan perpanjangan masa pendaftaran seleksi PPPK Tahap II hingga pertengahan Januari 2025, masyarakat berharap agar proses ini dapat memberikan keadilan bagi seluruh tenaga honorer yang telah lama menantikan kepastian statusnya. Pemerintah pusat, DPR, dan Kemendagri diharapkan dapat bersinergi untuk memastikan seleksi PPPK berjalan transparan, adil, dan bebas dari praktik-praktik kecurangan yang mencederai integritas sistem.
Sementara itu, publik terus memantau jalannya seleksi ini dengan harapan besar bahwa tenaga honorer yang telah mengabdi bertahun-tahun mendapatkan tempat yang layak dalam sistem ASN, tanpa harus bersaing dengan praktik nepotisme yang merugikan. (wld)