INFOPUBLIK.CO – Pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengenai pentingnya menjaga budaya sopan santun dalam demokrasi menuai kontroversi. Setelah bertemu dengan Jokowi di Solo, Jawa Tengah, Luhut mengkritik pengamat yang dinilainya “membuat keruh” situasi politik dan menekankan agar demokrasi tidak merusak budaya santun.
Namun, pandangan ini mendapat tanggapan tajam dari berbagai pihak. Guru Besar Departemen Politik Pemerintahan UGM, Amalinda Savirani, menilai pernyataan Luhut sebagai upaya “pembunuhan karakter” yang menunjukkan sikap pemerintah yang semakin antikritik. “Yang dianggap ‘tidak sopan’ di sini adalah bicara langsung ke inti persoalan,” ujarnya.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Multimedia Nusantara, Silvanus Alvin, menambahkan bahwa konsep “sopan santun” belum sepenuhnya diterapkan oleh sejumlah pejabat pemerintah. Ia menyoroti pernyataan kontroversial seperti ungkapan ‘Ndas-mu’ oleh Presiden Prabowo dan komentar ‘dimasak saja’ dari Kepala Kantor Komunikasi Presiden Hasan Nasbi sebagai contoh ketidakselarasan dengan budaya sopan santun yang diharapkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Silvanus menekankan pentingnya kritik dari para pengamat sebagai bagian dari dialog demokratis yang dapat meningkatkan kinerja pemerintah. Ia mengingatkan bahwa demokrasi yang sehat memang “berisik” dan jika sebaliknya, bisa mengarah pada pemerintahan otoriter.
Dilansir dari BBC News Indonesia, pihaknya telah berusaha menghubungi DEN dan Kantor Komunikasi Kepresidenan untuk mendapatkan tanggapan terkait isu ini, namun hingga berita ini dipublikasikan, belum ada respons yang diterima.
Sementara itu, Hasan Nasbi sebelumnya menyatakan bahwa Presiden Prabowo tetap terbuka terhadap kritik dan masukan, menandakan adanya ruang untuk dialog lebih lanjut mengenai masalah ini.(red)