INFOPUBLIK.CO – Tangerang Saat rakyat berharap hukum menjadi tonggak keadilan, justru aroma tak sedap kembali menguar dari institusi yang seharusnya paling steril dari praktik curang. Kali ini, sorotan tajam mengarah ke Polsek Kresek, Kabupaten Tangerang, yang diduga memainkan skenario “tangkap lepas” tersangka narkoba dengan sandi rahasia bernama “tebusan”. Jumat (22/8/2025)

Pada Selasa malam, 19 Agustus 2025, dua orang warga ditangkap di Desa Onyam, Kecamatan Gunung Kaler. Salah satu di antaranya adalah Iwa, warga RT 01/RW 01, yang diamankan bersama barang bukti berupa sabu, tramadol, dan alat isap. Penangkapan ini dikonfirmasi oleh anggota Polsek Kresek, Briptu Ade, yang menyebut para tersangka telah diserahkan ke Yayasan Indonesia Bersinar, lembaga rehabilitasi di Karawaci, Tangerang.

Baca Juga :  Mantan Pegawai BRI Ditahan atas Dugaan Korupsi Kredit Fiktif

“Iya bang, yang tertangkap dua orang. Keduanya diarahkan ke rehabilitasi,” ujar Ade kepada wartawan, sembari menunjukkan barang bukti yang disita dari tangan pelaku.

Namun, ketika ditanya soal uang tebusan sebesar Rp.10 juta, Ade buru-buru mengelak. “Itu urusan pihak yayasan, saya dari Polsek hanya menyerahkan ke pihak rehabilitasi,” kilahnya.

Pernyataan ini seolah ingin menggiring opini publik bahwa tanggung jawab sudah berpindah, namun kenyataan di lapangan justru membuka tabir kelabu yang selama ini sering tertutup rapat: modus jual beli keadilan berkedok rehabilitasi.

Pengakuan mengejutkan datang dari keluarga tersangka. EI, saudara perempuan Iwa, mengungkapkan bahwa keluarganya tengah pontang-panting mengumpulkan dana agar sang adik bisa keluar dari jerat hukum.

“Orang tua saudara saya lagi cari duit Rp.10 juta,” ujarnya getir.

Baca Juga :  Sembilan Siswa Mengundurkan Diri dari Sekolah Rakyat di Tangsel, Ini Penjelasan Pihak Sekolah

Keterangan tersebut diperkuat oleh JN, ayah dari Iwa, yang mengaku telah menyerahkan uang tersebut agar anaknya bisa “dibebaskan”.

“Iya bang, sudah keluar dengan tebusan Rp.10 juta,” kata JN, seraya menyebutkan bahwa uang itu diserahkan langsung di tempat rehabilitasi, bukan melalui prosedur resmi penegakan hukum.

Menurut UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, proses rehabilitasi terhadap pengguna narkoba wajib melalui asesmen terpadu dari BNN, Kejaksaan, Polri, dan lembaga terkait. Tanpa asesmen, langkah rehabilitasi tidak sah secara hukum. Terlebih jika proses itu didahului atau diganti dengan praktik “tebusan” tanpa dasar hukum.

Dengan kata lain, rehabilitasi tanpa prosedur = penyimpangan. Rehabilitasi dengan uang = potensi pungli.

Jika benar uang Rp.10 juta menjadi tiket pembebasan, maka ini bukan rehabilitasi, tapi rekayasa hukum, di mana hukum berubah fungsi menjadi pasar gelap, dan keadilan hanya milik mereka yang mampu membayar.

Baca Juga :  BPBD Lebak Tingkatkan Kesiagaan Tsunami, Warga Pesisir Diminta Waspada

Jika dugaan ini dibiarkan menggantung tanpa klarifikasi dan penindakan, maka tidak hanya Polsek Kresek yang ternoda, tetapi juga institusi kepolisian secara menyeluruh. Maka wajar publik bertanya: di mana Propam? Di mana Polres? Di mana Polda?

Polres Kabupaten Tangerang, Polda Banten, hingga Divisi Propam Mabes Polri wajib turun tangan. Bukan sekadar mengklarifikasi, tapi membongkar secara terang benderang apakah ada penyimpangan prosedur dan dugaan praktik pungutan liar yang dilakukan oleh oknum.

Jika benar ada oknum yang bermain, maka ia harus diadili — bukan dipindah, bukan dibela, bukan didiamkan. (Red)